Kamis, 11 November 2010

Hewan Poikiloterm Terhadap O2 Lingkungan


A.    Dasar Teori
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27.000 di seluruh dunia. Fisiologi ikan mencakup proses osmoregulasi, sistem sirkulasi, sistem respirasi, bioenergetik dan metabolisme, pencernaan, organ-organ sensor, sistem saraf, sistem endokrin dan reproduksi (Darmadi, 2009). Insang dimiliki oleh jenis ikan (pisces). Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembap. Bagian terluar dari insang berhubungan dengan air, sedangkan bagian dalam berhubungan erat dengan kapiler-kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri dare sepasang filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler sehingga memungkinkan O2 berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar. Insang pada ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut operkulum, sedangkan insang pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh operkulum.
Salah satu penyesuaian ikan terhadap lingkungan ialah pengaturan keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya, karena sebagian hewan vertebrata air mengandung garam dengan konsentrasi yang berbeda dari media lingkungannya. Ikan harus mengatur tekanan osmotiknya untuk memelihara keseimbangan cairan tubuhnya setiap waktu (Darmadi,2009).
Insang tidak saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator. Mekanisme pernapasan pada ikan melalui 2 tahap, yakni inspirasi dan ekspirasi. Pada fase inspirasi, O2 dari air masuk ke dalam insang kemudian O2 diikat oleh kapiler darah untuk dibawa ke jaringan-jaringan yang membutuhkan. Sebaliknya pada fase ekspirasi, CO2 yang dibawa oleh darah dari jaringan akan bermuara ke insang dan dari insang diekskresikan keluar tubuh.
Laju kehilangan panas hewan poikiloterm sangat tinggi sedangkan laju produksi panas sangat rendah. Oleh karena itu, suhu tubuhnya lebih ditentukan lingkungan (ekternal) daripada metabolisme (internal). Golongan hewan ini juga disebut sebagai hewan ektodermik. Suhu lingkungan membatasi distribusi hewan sekaligus menentukan aktivitasnya. Rentangan suhu lingkungan di bumi ini jauh lebih besar daripada rentangan suhu yang memungkinkan adanya kehidupan. Suhu permukaan lautan terbuka berkisar -2oC sampai 30oC sedangkan rentangan suhu udara ialah -70oC sampai 85oC. Pada umumnya aktivitas kehidupan hanya dapat berlangsung pada rentangan suhu 0-40oC atau lebih sempit lagi (Subiyanto, 1994: 65-66).
Hewan poikiloterm adalah hewan yang beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga lingkungan internal tubuhnya berubah-ubah menyesuaikan lingkungan eksternalnya, aktivitas hewan tersebut disebut konformitas.

B.     Tujuan Praktikum
1.      Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh penurunan dan kenaikan suhu terhadap jumlah  di lingkungan.
2.      Mahasiswa dapat menjelaskan penurunan dan peningkatan jumlah gerak operkulum terhadap  lingkungan

C.    Data
·         Berat timba dan air (A)                                   : 525 gram
·         Berat ikan dan timba yang berisi air (B)         : 562,7 gram
·         Berat ikan                                                        : B – A
                                                                        : 562,7 – 525
                                                                        : 37,7 gram
1.      Pengaruh Penurunan  dalam air
·         Suhu awal()  : 26°C
Data gerak operkulum ikan dalam suhu yang berubah-ubah.
Suhu
Ulangan
Banyak Gerak Operkulum Ikan
(kali)
Rata-rata gerakan operkulum ikan (kali)
26°C
()
I
79
81
II
81
III
83
29°C
()
I
101
99
II
103
III
93
32°C
()
I
124
122
II
124
III
120
35°C
()
I
132
131
II
134
III
129

Catatan      : pada suhu 38°C () keseimbangan ikan sudah tidak normal.
2.      Pengaruh Kenaikan  terlarut dalam air
·         Suhu awal()  : 26°C
Data gerak operkulum ikan dalam suhu yang berubah-ubah.
Suhu
Ulangan
Banyak Gerak Operkulum Ikan
(kali)
Rata-rata gerakan operkulum ikan (kali)
26°C
()
I
96
103
II
109
III
104
23°C
()
I
102
104
II
103
III
106
20°C
()
I
93
90
II
87
III
89
17°C
()
I
79
80
II
82
III
78
14°C
()

I
70
66
II
69
III
59
14°C
()

I
55
51
II
49
III
50

Catatan           : pada suhu 8°C () tidak ada data karena pada suhu 10,5°C  keseimbangan ikan sudah tidak normal.
D.    Analisis Data
Pada praktikum tentang penyesuaian gerakan operkulum ikan terhadap O2 lingkungan, berat timba yang berisi air (berat awal) 525 gram. Berat ikan dan timba yang berisi air 562,7 gram. Berat ikan didapatkan dari berat ikan dan timba yang berisi air dikurangi berat timba yang berisi air (562,7 – 525= 37,7 gram). Sehingga berat ikan yang akan diamati adalah 37,7 gram.
Pada percobaan pertama yaitu tentang pengaruh penurunan O2 dalam air. Suhu awal (t0) air yang terdapat pada akuarium sebelum diberi perlakuan adalah 26°C, hal ini menunjukkan bahwa suhu kamar pada tempat tersebut. Pada saat suhu awal (t0) tersebut gerakan operkulum ikan pada ulangan pertama  79 kali, pada ulangan kedua  81 kali, ualngan ketiga  83 kali. Dari data tersebut diperoleh jumlah gerakan operkulum ikan sebanyak 81 kali.
Untuk memberi pada praktikum ini adalah dengan cara menambahkan air panas kedalam akuarium untuk meningkatkan suhu dari air yang terdapat di dalam akuarium sebanyak 3°C. Setelah air yang terdapat di dalam akuarium mengalami kenaikan, dimana suhunya menjadi 29°C (t1) gerakan operkulum ikan pada ulangan pertama  101 kali, pada ulangan kedua  103 kali, dan pada ulangan ketiga operkulum bergerak sebanyak  93 kali. Jumlah rata-rata dari gerakan ikan pada suhu 29°C (t1)  adalah 99 kali.
Setelah air di dalam akuarium ditambahi air panas, suhu air yang terdapat di dalam akuarium mengalami peningkatan lagi menjadi 32°C (t2). Pada saat suhu tersebut gerakan operkulum ikan pada ulangan pertama  124 kali, pada ulangan kedua  124 kali, pada ulangan ketiga  120 dan jumlah rata-rata dari gerakan operkulum ikan pada suhu ini adalah sebanyak 120 kali.
Untuk meningkatkan suhu air yang ada di akuarium maka air akuarium ditambah dengan air panas lagi sehingga suhu air yang ada di akuarium meningkat menjadi 35°C (t3). Pada keadaan air akuarium dengan suhu ini diperoleh hasil gerakan operkulum ikan pada ulangan pertama sebanyak : 132 kali, pada ulangan kedua 134 kali, dan ulangan ketiga sebanyak: 129 kali. Dengan jumlah rata-rata dari gerakan operkulum sebanyak 131 kali. Pada saat  suhu dinaikan menjadi 38°C (t4) keadaan ikan sudah tidak seimbang pada suhu tersebut tidak diperoleh data.
Dengan melihat data yang diperoleh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan menaikkan suhu dari air atau terjadi penurunan O2 di air berpengaruh dengan jumlah gerakan operkulum dari ikan. Semakin tinggi suhu di air atau terjadi penurunan O2 maka gerakan operkulum ikan semakin cepat.
Pada percobaan yang kedua yaitu tentang pengaruh kenaikan O2 terlarut dalam air menggunakan ikan yang sama dan suhu awal (t0) tetap 26°C. Gerak operkulum ikan pada t0 ­ini adalah 96 kali pada ulangan pertama, sedangkan ulangan kedua dan ketiga adalah 109 kali dan 104 kali. Dari data tersebut diperoleh rata-rata jumlah gerakan operkulum sebanyak 103 kali.
Untuk menurunkan suhu, pada praktikum ini menggunakan es batu yang dimasukkan ke dalam akuarium. Setelah diberi perlakuan pertama, diman suhu berubah menjadi 23°C (t1)gerakan operkulum ikan pada ulangan pertam adalah 102 kali, pada ulangan kedua sebanyak 103 ulangan dan pada ulangan ketiga sebanyak 106 kali. Dan rata-rata gerakkan operkulum pada suhu ini adalah 104 kali.
Untuk menurunkan suhu dari air yang ada di akuarium maka es dimasukkan kedalam akuarium lagi sehingga suhu turun menjadi 20°C (t2). Gerakan operkulum ikan pada ulangan pertama adalah 93 kali, ulangan kedua 87 kali dan 89 kali pada ulangan ketiga. Rata-rata gerakan operkulum pada suhu ini adalah 90 kali.
Berhubung pada suhu 20°C keadaan ikan masih normal maka suhu air diturunkan lagi menjadi 17°C (t3). Pada suhu ini jumlah gerakan operkulum ikan pada ulangan pertama  79 kali, pada ulangan kedua 82 kali, dan ulangan yang ketiga 78 kali, sehingga diperoleh rata-rata jumlah gerakan operkulum pada suhu 17°C adalah 80 kali.
Gerakan operkulum pada suhu 14°C (t4) diperoleh rata-rata sebesar 66 kali dari tiga kali ulangan masing-masing adalah sebagai berikut : 70 kali, 69 kali, dan 59 kali. Sedangkan pada suhu 11°C (t5) jumlah gerakan operkulum ikan pada ulangan pertama 55 kali, pada ulangan kedua 49 kali dan ulangan ketiga sebanyak 50 kali. Jumlah rata-rata gerakan operkulum ikan pada suhu ini adalah 51 kali.
Pada suhu 8°C tidak diperoleh data karena pada suhu 10,5°C keseimbangan ikan sudah tidak normal. Pada  percobaan ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya penurunan suhu lingkungan maka gerakan operkulum ikan semakin lambat. Hanya pada t1 terjadi penyimpangan dikarenakan ikan belum beradaptasi dengan suhu air yang ada di akuarium.
E.     Pembahasan
Ikan merupakan salah satu hewan poikiloterm, sehingga untuk mempertahankan kondisi tubuhnya ikan beradaptasi dengan cara konformitas yaitu menyesuaikan lingkungan internal tubuhnya dengan lingkungan eksternalnya. Salah satu bentuk adaptasinya adalah penyesuaian dengan suhu lingkungannya, sehingga ikan dapat dikatakan sebagai termokonformer.
Ikan bernafas dengan menggunakan insang yang ditutupi oleh tutup insang (operkulum). Proses pernafasan pada ikan adalah dengan membukanya mulut, sehingga terdapat sedikit tekanan negatif  dalam rongga maupun rongga insang. Begitu mulut ditutup, tekanan dalam rongga mulut meningkat (menjadi positif), air di dorong masuk rongga insang dan selanjutnya mendorong operkulum, dan air keluar rongga insang. Tekanan dalam rongga mulut dari rongga insang menjadi lebih kecil daripada tekanan air diluar tubuh, sehingga tutup insang menutup kembali. Pada saat air masuk ke dalam rongga maka oksigen yang terlarut dalam air masuk berdifusi ke dalam pembuluh kapiler darah yang terdapat dalam insang sedangkan pada saat air keluar melalui insang karbondioksida juga dikeluarkan.
 Pada praktikum tentang penurunan O2 dalam air menunjukkan bahwa semakin suhu mengalami peningkatan , gerakan operkulum ikan juga semakin meningkat. Hal itu dikarenakan molekul air lebih padat dan lebih sulit bergerak atau mengalir, sehingga memungkinkan air jauh lebih sulit mengalir ke organ pernafasan, oleh karena itu ikan harus mengeluarkan energi lebih banyak. Kandungan O2 dalam air jauh lebih rendah daripada di udara yakni 10 ml O2/liter. Hal ini dapat mempersulit ikan untuk memperoleh O2, apalagi dengan perlakuan berupa menaikan dan menurunkan suhu dari kamar (26°C).
Ketidakseimbangan ikan pada suhu 38°C, setelah suhu dinaikan terus-menerus dikarenakan perubahan suhu lingkungan yang begitu cepat yaitu dari suhu normal menjadi semakin tinggi. Pada saat menaikan suhu lingkungan, prosees pernafasan yang dilakukan oleh ikan berlangsung sangat cepat yang dibuktikan dengan meningkatnyya intensitas gerakan operkulum membuka dan menutup. Hal ini di akibatkan kadar O2 dalam air menjadi semakin berkurang sehingga memacu kerja operkulum dan mempercepat metabolisme tubuh (Anonim, 2010).
Pada praktikum ini, kebutuhan O2 pada ikan selain dipengaruhi oleh suhu lingkungan juga dipengaruhi oleh berat badan. Semakin berat massa ikan maka kebutuhan O2 semakin sedikit. Karena berat tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan O2 dalam tubuh ikan (Ainun, 2009).
Pada praktikum kedua tentang pengaruh kenaikan O2 terlarut dalam air. Menunjukkan bahwa semakin rendah suhu pada lingkungan maka intensitas gerakan operkulum semakin lambat dikarenakan proses metabolisme berjalan lambat dan memperlambat kerja organ pernafasan pada ikan karena membekunya berbagai organ vital.
Namun pada praktikum ini, ketika suhu diturunkan menjadi 23°C gerak operkulum mengalami kenaikan, hal ini tidak sesuai dengan teori dikarenakan pada saat ikan dipindahkan dari lingkungan yang bersuhu tinggi yaitu 38°C ke air normal dengan suhu 26°C ikan belum beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Selain itu ikan juga mengalami stress karena waktu untuk menormalkan suhu lingkungan internalnya kurang lama. Sehingga proses respirasi ikan belum normal yang dapat dilihat dari gerakan membuka dan menutup operkulumnya pada saat pertama kali dimasukkan ke air yang bersuhu normal ke air yang suhunya diturunkan itu mengalami peningkatan gerak operkulum namun setelah ikan tersebut dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan yang diberi perlakuan berupa pemberian es maka diikuti pula dengan penurunan gerak operkulum.